Warungnya Dibongkar Warga Gabus: Saya Enggak Mau Pilih Dedi Mulyadi Lagi…
Warungnya Dibongkar Warga Gabus: Saya Enggak Mau Pilih Dedi Mulyadi Lagi…
Sebuah video yang memperlihatkan pembongkaran warung milik warga di wilayah Gabus, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, menjadi viral di media sosial.
Dalam video tersebut, seorang ibu menyuarakan kekecewaannya yang mendalam karena warung kecil miliknya dibongkar oleh pihak aparat.
Yang menarik perhatian publik, sang pemilik warung secara terbuka menyatakan ketidakpuasannya terhadap anggota DPR RI sekaligus mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
“Saya enggak mau pilih Pak Dedi Mulyadi lagi,” ujar sang ibu dalam video tersebut dengan nada tegas dan penuh emosi.
Pernyataan tersebut sontak menimbulkan perbincangan hangat di jagat maya, terutama di tengah suasana politik yang mulai memanas menjelang Pilkada.

Kronologi Pembongkaran Warung
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga sekitar, warung tersebut dibangun di atas tanah milik negara yang digunakan sebagai bahu jalan.
Aparat yang datang membawa surat pemberitahuan dan menyebut bahwa bangunan dianggap menyalahi aturan karena berdiri di atas lahan yang tidak diperuntukkan untuk usaha pribadi.
Pembongkaran dilakukan sebagai bagian dari program penertiban aset dan pelebaran akses jalan di kawasan tersebut.
Namun, yang membuat warga terpukul adalah minimnya sosialisasi dan solusi pengganti yang diberikan kepada pemilik usaha kecil seperti warung tersebut.
“Saya juga cari makan di situ, warung itu satu-satunya tempat saya jualan sejak dulu,” ucap warga Gabus lainnya, yang ikut menyaksikan kejadian tersebut.
Nama Dedi Mulyadi Disebut oleh Warga
Meski pembongkaran dilakukan oleh aparat pemerintah daerah saat ini, nama Dedi Mulyadi tetap disebut dalam keluhan warga. Sebagai tokoh yang memiliki pengaruh kuat di wilayah Purwakarta dan sekitarnya, Dedi dianggap bertanggung jawab secara moral atas kondisi masyarakat kecil, terutama karena ia selama ini dikenal dekat dengan warga akar rumput.
“Saya pilih dia waktu pemilu, saya pikir dia akan bela rakyat kecil. Tapi kalau warung saya dirobohin begini, buat apa?” keluh sang pemilik warung yang merasa terabaikan.
Reaksi Publik dan Warganet
Video kekecewaan ibu penjual warung tersebut telah dibagikan ribuan kali di berbagai platform media sosial. Banyak warganet menyatakan simpati terhadap nasib ibu tersebut. Tidak sedikit pula yang menyoroti praktik penertiban yang dianggap tebang pilih dan minim pendekatan manusiawi.
Tagar seperti #WarungDibongkar dan #SuaraWargaGabus sempat ramai di Twitter (X), dengan berbagai komentar yang mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha kecil.
“Satu warung kecil, kenapa bukan bantu legalisasi, malah dirubuhkan?” tulis salah satu netizen.
Tanggapan dari Pihak Terkait
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Dedi Mulyadi terkait kejadian tersebut. Namun, pihak dari kecamatan setempat mengklarifikasi bahwa pembongkaran dilakukan bukan karena faktor politis, melainkan murni penegakan aturan tata ruang.
“Kami hanya menjalankan program penataan kawasan agar tidak membahayakan lalu lintas dan tidak menyalahi tata kelola ruang,” ujar pejabat kecamatan Gabus.
Meski demikian, klarifikasi ini belum cukup meredam kemarahan sebagian warga, terutama mereka yang merasa terdampak langsung dan tidak diberi pilihan lain selain menyerah.
Antara Aturan dan Keadilan Sosial
Kejadian ini membuka kembali diskusi lama soal bagaimana penertiban dan pembangunan infrastruktur
sering kali berbenturan dengan kepentingan rakyat kecil. Apakah warung kecil di pinggir jalan memang
harus dibongkar tanpa kompromi? Ataukah ada cara lebih manusiawi seperti relokasi, izin sementara, atau bantuan modal?
Beberapa pengamat kebijakan publik menyarankan agar pemerintah daerah maupun tokoh politik berhati-hati dalam menyikapi isu-isu mikro seperti ini, karena dapat berdampak besar pada kepercayaan masyarakat secara umum.
“Isu satu warung bisa menjadi simbol ketimpangan jika tidak disikapi secara bijak,” ujar pengamat kebijakan dari Universitas Padjadjaran.
Momen Penting Menjelang Pilkada
Dengan Pilkada serentak yang akan digelar pada akhir tahun ini, kasus ini juga dianggap sebagai ujian bagi para
tokoh politik, termasuk Dedi Mulyadi, dalam menjaga komunikasi dengan konstituen mereka. Apalagi Dedi dikenal sebagai tokoh yang rajin turun ke masyarakat, memberikan bantuan langsung, bahkan mengangkat kisah rakyat kecil melalui media sosial pribadinya.
Kritik yang datang dari warga Gabus menjadi pengingat bahwa kepercayaan publik tidak bisa dibangun hanya dengan pencitraan, melainkan dengan kehadiran nyata saat rakyat menghadapi masalah.
Baca juga:Cegah Sengketa Pulau Terulang, JK Ingatkan Pemerintah Pelajari Sejarah dan UU
Penutup
Kasus pembongkaran warung di Gabus bukan hanya soal pelanggaran aturan bangunan, tetapi juga menyangkut rasa keadilan, empati, dan komunikasi antara pemerintah dan rakyat kecil. Suara ibu penjual warung yang kecewa bisa jadi mewakili banyak orang di luar sana yang merasa tak terdengar.
Ke depan, diharapkan ada pendekatan yang lebih inklusif dan adil dalam menyelesaikan masalah seperti ini, sehingga pembangunan tidak hanya untuk yang besar, tetapi juga memperhatikan mereka yang kecil.