Pramono Gratiskan PBB Rumah di Jakarta, Siapa Saja Penerimanya?
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, secara resmi membebaskan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bagi pemilik rumah dan apartemen dengan kriteria tertentu. Kebijakan ini ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Nomor 281 Tahun 2025, yang ditandatangani pada 25 Maret 2025.
Pramono menjelaskan bahwa pembebasan pajak ini hanya berlaku untuk properti pertama dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp 2 miliar untuk rumah dan di bawah Rp 650 juta untuk apartemen. Kebijakan ini bertujuan meringankan beban masyarakat menengah ke bawah di Jakarta.

“Saya kemarin sudah menandatangani, di bawah Rp 2 miliar kita gratiskan. Jadi kalau rumah yang NJOP-nya harganya di bawah Rp 2 miliar, maka PBB-nya digratiskan. Yang baru adalah kalau ada apartemen yang NJOP-nya di bawah Rp 650 juta, maka NJOP-nya juga kita gratiskan,” ujar Pramono saat ditemui di Rumah Susun (Rusun) Tambora, Jakarta Barat, Rabu (26/7/2025).
Syarat dan Ketentuan Pembebasan PBB
Meski memberikan pembebasan pajak, kebijakan ini hanya berlaku bagi rumah atau apartemen pertama. Artinya, jika seseorang memiliki lebih dari satu properti, maka properti kedua dan seterusnya tidak mendapatkan fasilitas bebas pajak ini.
Untuk properti ketiga dan seterusnya, pajak tetap akan dikenakan secara penuh. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa keringanan pajak benar-benar diberikan kepada warga yang lebih membutuhkan.
“Dengan demikian, hampir sebagian besar warga Jakarta tidak perlu bayar PBB, kecuali orang-orang yang mampu,” jelas Pramono.
Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor
Selain pembebasan PBB, Pramono juga menyampaikan kebijakan terkait pajak kendaraan bermotor di Jakarta. Berbeda dengan daerah lain yang mempertimbangkan pemutihan pajak kendaraan, Jakarta tetap menerapkan pajak tanpa keringanan, terutama bagi kendaraan kedua dan ketiga.
Baca juga:Pemerintah NU dan Muhammadiyah Tetapkan Idul Fitri pada 31 Maret 2025
Menurut Pramono, mayoritas kendaraan yang tidak membayar pajak di Jakarta adalah kendaraan kedua atau ketiga yang dimiliki oleh warga tergolong mampu. Oleh karena itu, pihaknya tetap mengejar kewajiban pembayaran pajak kendaraan bermotor tanpa ada penghapusan denda.
“Ketika kami dalami, maka rata-rata mobil kedua dan ketiga yang tidak bayar pajak di Jakarta,” kata Pramono. Ia menegaskan bahwa kendaraan bermotor kedua dan seterusnya wajib membayar pajak penuh.
Perbedaan dengan Kebijakan Daerah Lain
Pramono juga menyoroti perbedaan pendekatan antara kebijakan Jakarta dengan daerah lainnya. Di daerah lain, pemutihan pajak sering kali diberikan karena faktor keterbatasan ekonomi masyarakat. Namun, di Jakarta, kendaraan yang tidak membayar pajak umumnya adalah mobil kedua atau ketiga, sehingga pemiliknya dianggap sebagai orang mampu.
“Karena mereka dianggap sebagai orang mampu, maka akan kita kejar untuk bayar pajak,” tegas Pramono. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini dilakukan demi keadilan sosial dan tanggung jawab pajak yang proporsional.
Reaksi Masyarakat dan Dampak Kebijakan
Kebijakan pembebasan PBB ini disambut baik oleh warga Jakarta, terutama bagi mereka yang memiliki rumah pertama dengan NJOP rendah. Beberapa warga menyatakan bahwa kebijakan ini sangat membantu mengurangi beban finansial, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih menantang.
Namun, ada juga yang mengkritik kebijakan terkait pajak kendaraan bermotor. Beberapa pihak berpendapat bahwa pemutihan pajak dapat membantu meringankan beban masyarakat, namun Pramono menegaskan bahwa pemutihan tidak diberikan bagi kendaraan kedua dan ketiga karena pemiliknya umumnya mampu.
Langkah Pemerintah DKI dalam Kebijakan Pajak
Langkah Gubernur Pramono Anung dalam menggratiskan PBB untuk rumah pertama merupakan bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jakarta. Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat menengah ke bawah, yang sering kali terbebani oleh biaya pajak properti.
Selain itu, kebijakan pajak kendaraan bermotor yang tetap diterapkan penuh bagi kendaraan kedua dan seterusnya dianggap sebagai langkah tegas dalam mendorong masyarakat mampu untuk memenuhi kewajiban pajaknya.
Kesimpulan
Pembebasan PBB bagi rumah pertama dengan NJOP di bawah Rp 2 miliar dan apartemen di bawah Rp 650 juta merupakan terobosan yang disambut positif oleh masyarakat Jakarta. Kebijakan ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Di sisi lain, kebijakan pajak kendaraan bermotor yang tidak memberikan pemutihan bagi kendaraan kedua dan ketiga menunjukkan konsistensi pemerintah dalam mengelola kewajiban pajak secara adil. Pramono Anung berkomitmen untuk tetap mengejar pembayaran pajak dari warga yang dinilai mampu.
Dengan kebijakan ini, diharapkan masyarakat dapat memahami pentingnya membayar pajak sebagai kontribusi dalam pembangunan kota. Pemerintah DKI Jakarta juga terus berupaya menyelaraskan kebijakan fiskal dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat agar tercipta kesejahteraan bersama.