Penegakan Hukum di Indonesia Tak Cukup Hanya Andaalkan Presiden Prabowo
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menyatakan bahwa Indonesia tidak dapat sepenuhnya bergantung pada Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan penegakan hukum berjalan dengan baik. Menurutnya, diperlukan reformasi sistem penegakan hukum yang menyeluruh untuk menyelesaikan masalah hingga ke level sistematis.
Kalau kita hanya mengandalkan Pak Prabowo yang kuat dari segi komandonya dan rencana-rencananya, maka jika sistemnya tidak berubah, setelah Pak Prabowo (tak lagi menjabat), kita hancur dong?” ujar Bivitri dalam program Obrolan, Rabu (22/1/2025).
Bivitri menegaskan bahwa ketergantungan pada sosok tertentu tidak dapat menyelesaikan masalah hukum secara berkelanjutan. Namun, ia mengakui bahwa Prabowo memiliki pengaruh kuat yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sistem hukum yang ada.

Langkah-Langkah Positif dari Presiden Prabowo
Beberapa keputusan Prabowo di bidang hukum dinilai cukup baik. Salah satunya adalah wacana untuk merehabilitasi pengguna narkoba daripada menghukum mereka dengan penjara. Namun, menurut Bivitri, wacana ini membutuhkan kebijakan atau aturan pengikat yang jelas agar dapat diimplementasikan dengan efektif.
“Bagaimana pengguna narkoba saja tidak perlu dipenjara, tapi cukup direhabilitasi saja. Itu kan butuh kebijakan. Maksud saya, masuklah hal-hal ke yang sifatnya policy ketimbang cuma populisme hukum,” tambahnya.
Populisme Hukum dan Ketidakadilan Sistematis
Bivitri juga menyoroti konsep populisme hukum yang masih mengakar di masyarakat Indonesia. Populisme hukum membuat masyarakat merasa hukum berjalan, tetapi tidak memberikan keadilan yang sesungguhnya.
“Misalnya, oke ada yang ditangkap. Tapi, secara sistematik, apakah orang yang ditangkap itu benar-benar kena hukum pidana atau hanya disanksi etik?” imbuhnya.
Ia mencontohkan kasus yang melibatkan oknum polisi. Dalam beberapa kasus, seorang polisi yang telah diberhentikan secara tidak hormat karena terbukti melakukan pelanggaran berat, seperti pemerkosaan, kembali dipekerjakan setelah bandingnya diterima. Kasus semacam ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam penerapan hukum yang harus diperbaiki secara sistemik.
Bivitri menggarisbawahi bahwa reformasi sistem hukum adalah hal yang mendesak untuk memastikan keadilan yang berkelanjutan di Indonesia. Sementara Presiden Prabowo dapat memberikan arahan yang kuat, perubahan yang lebih substansial hanya bisa terjadi melalui kebijakan yang terstruktur dan komitmen kolektif untuk memperbaiki sistem penegakan hukum.