Pemerintah Putuskan Kaji Ulang Kembalinya Penjurusan IPA-IPS di SMA au XI dan mengikuti mata pelajaran sesuai kelompoknya.
Sistem ini memiliki kelebihan dari segi fokus pembelajaran
namun juga menuai kritik karena membatasi eksplorasi minat siswa terlalu dini.
Seiring dengan peluncuran Kurikulum Merdeka, penjurusan dihapus dan diganti dengan model fleksibel.
Siswa dapat memilih mata pelajaran lintas disiplin sejak kelas XI, seperti kombinasi Fisika dengan Sosiologi, atau Biologi dengan Ekonomi.

Tujuannya adalah mendorong pembelajaran berbasis minat dan talenta, bukan hanya kelompok ilmu yang sempit..
Alasan Pemerintah Mengkaji Ulang Penjurusan
Dalam pernyataannya, pihak Kemendikbudristek menyebutkan bahwa kajian ulang terhadap penjurusan dilakukan bukan karena Kurikulum Merdeka dianggap gagal, melainkan sebagai upaya untuk menyempurnakan sistem pendidikan yang lebih adaptif dan efisien.
honda4d login Beberapa alasan utama pemerintah mempertimbangkan evaluasi ulang adalah:
-
Kesulitan Implementasi di Sekolah
Banyak sekolah, khususnya di daerah terpencil dan 3T (terdepan, terluar, tertinggal), mengeluhkan kesulitan menyediakan guru dan fasilitas untuk mendukung pilihan mata pelajaran yang sangat beragam. -
Kebingungan Siswa dan Orang Tua
Siswa kelas X seringkali belum memahami minat dan bakatnya secara pasti. Akibatnya, mereka merasa bingung dalam memilih mata pelajaran. Orang tua juga merasa kesulitan memberikan pendampingan karena belum terbiasa dengan skema Kurikulum Merdeka. -
Kesulitan dalam Seleksi Masuk Perguruan Tinggi
Sejumlah perguruan tinggi mengeluhkan bahwa sistem penilaian dari Kurikulum Merdeka membuat proses seleksi akademik menjadi kurang seragam. Penjurusan sebelumnya memberikan struktur nilai yang lebih jelas dan terstandar. -
Kebutuhan Dunia Kerja dan Vokasi
Dunia industri dan vokasi masih mengacu pada klasifikasi ilmu seperti sains, sosial, dan teknologi. Penjurusan dianggap memudahkan pemetaan calon tenaga kerja dan jalur pelatihan.
Pro-Kontra Penjurusan di Masyarakat
Seperti kebijakan pendidikan lainnya, wacana kembalinya sistem penjurusan memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Pihak yang mendukung penjurusan berpendapat bahwa:
-
Penjurusan membantu siswa fokus dalam bidang tertentu dan mendalami kompetensinya lebih baik.
-
Sekolah menjadi lebih mudah dalam mengatur jadwal, guru, dan sarana belajar.
-
Proses SNBT (Seleksi Nasional Berdasarkan Tes) atau jalur masuk PTN bisa menjadi lebih terstruktur dan terukur.
Sementara itu, pihak yang menolak kembalinya penjurusan menyatakan bahwa:
-
Siswa perlu waktu lebih lama untuk mengeksplorasi bakatnya, dan penjurusan justru membatasi itu.
-
Fleksibilitas lintas pelajaran mendorong integrasi ilmu, yang relevan dengan kebutuhan masa depan.
-
Dunia kerja saat ini menghargai kemampuan lintas disiplin, bukan hanya penguasaan satu bidang.
Pendekatan Hybrid: Solusi di Tengah Perdebatan?
Salah satu opsi yang tengah dikaji pemerintah adalah model penjurusan semi-terbuka, di mana siswa tetap memiliki kelompok ilmu utama, namun diperbolehkan mengambil 1–2 mata pelajaran tambahan dari kelompok lain. Misalnya, siswa jurusan IPA masih bisa mengambil Sosiologi atau Ekonomi, dan siswa IPS bisa mengambil Biologi.
Model ini dianggap sebagai solusi tengah yang memadukan fokus pembelajaran dengan fleksibilitas, tanpa membebani sekolah dengan jadwal yang terlalu kompleks.
Pandangan Pakar Pendidikan
Guru Besar Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Prof. Aminuddin, menyebut bahwa langkah evaluasi ini perlu disambut positif namun hati-hati.
“Pendidikan harus selalu menyesuaikan dengan zaman. Kurikulum Merdeka adalah langkah maju, tapi tentu tidak sempurna.
Jika penjurusan memang lebih baik dalam kondisi tertentu, maka sistem hybrid bisa jadi jalan tengah.”
Pakar lainnya, Dr. Nuning Andayani dari Lembaga Penelitian dan Pendidikan Nasional (LPPN)
menekankan bahwa pemerintah perlu memperkuat literasi pendidikan kepada orang tua dan siswa agar kebijakan apapun yang diterapkan bisa dipahami dan dijalankan dengan baik.
Apa Dampaknya bagi Siswa?
Jika pemerintah benar-benar memutuskan untuk menerapkan kembali sistem penjurusan, maka dampaknya terhadap siswa bisa mencakup:
-
Pemilihan jalur studi harus dilakukan lebih awal, biasanya sejak kelas X.
-
Pilihan karier bisa lebih terarah, namun juga berisiko membuat siswa menyesal jika ternyata salah pilih jurusan.
-
Bimbingan konseling dan pemetaan bakat siswa perlu diperkuat, agar siswa tidak asal memilih jurusan.
Untuk itu, sekolah diharapkan menyiapkan layanan asesmen minat dan bakat sejak kelas IX SMP agar transisi ke SMA bisa lebih matang.
Langkah Pemerintah Selanjutnya
Pemerintah melalui Kemendikbudristek akan melakukan:
-
Survei nasional terhadap kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua.
-
Diskusi publik dan forum konsultasi bersama pakar dan organisasi pendidikan.
-
Pilot project di beberapa sekolah untuk menguji efektivitas skema penjurusan baru.
Hasil evaluasi tersebut akan disampaikan kepada Presiden dan DPR sebagai bagian dari penyusunan kebijakan pendidikan nasional 2025–2030.
Baca juga:Simak Rekomendasi Saham Bank Lapis Dua Usai Rilis Kinerja Kuartal I-2025
Kesimpulan: Pendidikan Harus Fleksibel dan Relevan
Perdebatan soal penjurusan bukan hanya soal memilih IPA atau IPS, tetapi tentang bagaimana sistem pendidikan Indonesia mampu menjawab tantangan zaman dan memenuhi kebutuhan siswa. Setiap perubahan tentu menimbulkan reaksi, namun yang terpenting adalah memastikan bahwa kepentingan siswa dan masa depan mereka tetap menjadi prioritas utama.
Pemerintah kini berada di posisi penting untuk menentukan arah sistem pendidikan ke depan—apakah mempertahankan fleksibilitas Kurikulum Merdeka, atau kembali ke sistem penjurusan yang lebih terstruktur. Apa pun keputusannya, dialog terbuka dan partisipasi publik harus menjadi dasar dari setiap kebijakan.