Pemerintah Kurangi 50 Persen Impor Daging Kerbau, Apa Alasannya ?
Pemerintah Republik Indonesia resmi mengumumkan kebijakan pengurangan impor
daging kerbau sebesar 50 persen untuk tahun 2025. Langkah ini merupakan bagian dari
strategi jangka panjang pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, mendukung
sektor peternakan dalam negeri, serta mengurangi ketergantungan pada pasokan daging impor yang selama ini menjadi penyangga kebutuhan konsumsi masyarakat.

Keputusan tersebut diumumkan oleh Kementerian Pertanian dan Badan
Pangan Nasional setelah melalui sejumlah pertimbangan, termasuk tren konsumsi daging nasional, kapasitas
produksi domestik, serta dinamika harga daging global yang mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia.
Kebijakan Resmi dan Kuota Impor 2025
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan bahwa kuota impor
daging kerbau pada tahun 2025 dikurangi hingga setengah dari volume impor tahun sebelumnya.
Jika pada tahun 2024 Indonesia mengimpor sekitar 100 ribu ton daging kerbau, maka untuk tahun ini kuotanya ditetapkan hanya 50 ribu ton.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa
langkah ini sudah sesuai dengan hasil evaluasi kebutuhan konsumsi daging nasional dan kemampuan produksi dalam negeri.
Menurutnya, pengurangan impor bukanlah bentuk pembatasan semata, melainkan upaya mendorong kemandirian pangan dan pemberdayaan peternak lokal.
“Tujuan utama kita adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat
daya beli konsumen, dan pemberdayaan sektor hulu yaitu peternakan sapi dan kerbau lokal.
Jika kita terus bergantung pada impor, maka industri peternakan kita tidak akan berkembang secara optimal,” ujarnya.
Alasan Strategis di Balik Pengurangan Impor
Setidaknya terdapat beberapa alasan utama yang melatarbelakangi keputusan pemerintah untuk memangkas impor daging kerbau secara signifikan:
-
Meningkatkan Produksi Dalam Negeri
Pemerintah ingin mendorong peternak lokal untuk meningkatkan produktivitas daging sapi dan kerbau. Seiring dengan bantuan berupa pembibitan, pelatihan teknis, serta subsidi pakan, diharapkan produksi daging lokal bisa memenuhi sebagian besar kebutuhan nasional. -
Menjaga Ketahanan Pangan Nasional
Dalam jangka panjang, ketahanan pangan nasional hanya dapat tercapai jika Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri. Pengurangan impor menjadi simbol komitmen untuk memperkuat rantai pasok domestik. -
Menekan Ketergantungan Terhadap Negara Pemasok
Selama ini, sebagian besar impor daging kerbau berasal dari India. Ketergantungan tersebut dianggap berisiko jika sewaktu-waktu negara pemasok mengalami kendala produksi atau memberlakukan pembatasan ekspor. -
Stabilisasi Harga Daging Lokal
Masuknya daging kerbau impor kerap menekan harga jual daging lokal, membuat peternak sulit bersaing. Dengan pembatasan impor, diharapkan harga pasar menjadi lebih stabil dan memberikan keuntungan yang layak bagi peternak. -
Keseimbangan Neraca Perdagangan
Dengan menurunkan volume impor, pemerintah juga berupaya mengurangi defisit neraca perdagangan sektor pangan, sekaligus memperbaiki posisi devisa negara.
Dampak bagi Konsumen dan Peternak
Kebijakan ini disambut beragam oleh pelaku pasar.
Bagi peternak lokal, pengurangan impor merupakan angin segar yang membuka peluang lebih besar untuk menjual hasil ternaknya dengan harga yang lebih kompetitif. Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Wibowo, mengapresiasi langkah ini dan berharap pemerintah terus mengawal realisasinya.
“Kami butuh kebijakan yang berpihak kepada peternak. Impor yang terlalu besar membuat pasar kita jenuh.
Kalau sekarang dibatasi, tentu kami bisa bernapas lebih lega dan semangat untuk meningkatkan produksi,” ujar Teguh.
Sementara itu, dari sisi konsumen, kekhawatiran sempat muncul mengenai potensi kenaikan
harga daging akibat terbatasnya pasokan impor. Namun pemerintah menegaskan bahwa upaya menjaga keseimbangan stok dan harga tetap menjadi prioritas.
“Kami tidak akan membiarkan harga melambung.
Pemerintah akan menyalurkan daging beku dari cadangan pangan jika dibutuhkan untuk intervensi pasar,” tegas Kepala Bapanas.
Alternatif Penguatan Pasokan Domestik
Guna mendukung kebijakan ini, pemerintah juga meluncurkan sejumlah program penguatan pasokan daging domestik, di antaranya:
-
Revitalisasi Peternakan Kerbau: Pemerintah meningkatkan anggaran untuk pembibitan kerbau lokal di berbagai provinsi seperti Aceh, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
-
Penguatan Rantai Dingin (Cold Chain): Fasilitas penyimpanan dan distribusi daging beku diperluas untuk menjaga kualitas daging lokal agar tidak kalah saing dengan daging impor.
-
Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Peternakan: Skema pembiayaan murah diberikan kepada peternak agar mereka dapat meningkatkan skala usaha.
-
Kemitraan Peternak dan Industri: Pemerintah memfasilitasi kemitraan antara peternak kecil dengan perusahaan pengolah daging agar rantai pasok berjalan efisien.
Tanggapan Dunia Usaha
Pelaku usaha di sektor daging olahan seperti rumah potong hewan (RPH) dan perusahaan makanan cepat saji menyambut kebijakan ini dengan sikap hati-hati. Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Daging Indonesia, pengurangan impor harus diimbangi dengan jaminan pasokan yang lancar dan kualitas daging lokal yang kompetitif.
“Kami mendukung produksi dalam negeri, tapi perlu ada kepastian kualitas dan suplai. Jangan sampai pasokan terganggu dan berdampak pada operasional,” ujar salah satu perwakilan asosiasi.
Baca juga:Pemerintah Siapkan Paket Kebijakan Atasi Ketidakpastian Ekonomi Global
Penutup
Kebijakan pengurangan impor daging kerbau sebesar 50 persen oleh pemerintah bukanlah sekadar langkah pembatasan perdagangan, melainkan bagian dari strategi nasional untuk memperkuat kemandirian pangan dan mendukung peternakan lokal. Dengan sinergi antara pemerintah, peternak, dan pelaku industri, diharapkan ketahanan pangan Indonesia semakin tangguh dan tidak mudah terpengaruh oleh gejolak pasar global.
Pemerintah juga memastikan bahwa kebijakan ini akan terus dipantau dan dievaluasi secara berkala agar tetap seimbang antara kepentingan konsumen dan keberlanjutan sektor produksi dalam negeri.