Pemerintah Diminta Tinjau Lagi Aturan Tahan 100 Persen DHE Setahun
Sahara, seorang Research Associate dari Core Indonesia, menekankan pentingnya pemerintah untuk
mengevaluasi ulang kebijakan menahan 100 persen Devisa Hasil Ekspor (DHE) selama satu tahun.
Menurutnya, kebijakan ini dapat membebani perusahaan eksportir yang membutuhkan aliran dana untuk membeli bahan
baku dan menjalankan operasi bisnis. Dalam diskusi yang digelar di Jakarta pada Selasa (21/1/2025), Sahara menyoroti bahwa dana hasil ekspor sering kali digunakan oleh pelaku usaha untuk menjaga kelangsungan bisnis,
sehingga penahanan penuh selama setahun dapat menjadi penghalang yang signifikan.
Sahara menyarankan pemerintah agar terlebih dahulu mengkaji efektivitas kebijakan sebelumnya yang hanya menahan DHE selama tiga bulan.
Sebelumnya, kebijakan tiga bulan itu seperti apa hasilnya? Apakah sudah sesuai dengan tujuannya? Lalu,
untuk kebijakan menahan 100 persen, sebaiknya jangan seluruhnya ditahan. Perlu dikurangi sesuai kebutuhan eksportir, seperti pembelian bahan baku dan biaya operasional.
Simulasi semacam ini perlu dilakukan,” jelas Sahara.
Rencana Revisi Aturan DHE oleh Pemerintah
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengonfirmasi bahwa pemerintah sedang dalam proses menyusun peraturan baru untuk menggantikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 terkait DHE sumber daya alam (DHE SDA). Revisi ini direncanakan mulai berlaku pada 1 Maret 2025.
Airlangga menjelaskan bahwa perubahan aturan ini bertujuan untuk menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan pelaku usaha.
Revisi terhadap PP Nomor 36 akan segera dilakukan, dan aturan baru akan diberlakukan mulai 1 Maret tahun ini,” ujar Airlangga dalam konferensi pers yang berlangsung di Istana Kepresidenan.
Potensi Dampak dan Harapan Pelaku Usaha
Bagi pelaku usaha, terutama eksportir, kebijakan yang terlalu ketat terhadap DHE berpotensi menghambat arus kas yang diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar, membeli bahan baku, serta mempertahankan produktivitas. Dalam konteks ini, evaluasi dan penyesuaian aturan yang lebih fleksibel dapat memberikan ruang bagi eksportir untuk tetap kompetitif di pasar global.
Sahara juga menambahkan bahwa kebijakan yang mempertimbangkan kebutuhan pelaku usaha akan lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Ia berharap pemerintah dapat mengadopsi pendekatan yang lebih seimbang, dengan tetap menjaga stabilitas cadangan devisa tanpa mengorbankan kelangsungan bisnis eksportir.
Melalui revisi peraturan, pemerintah diharapkan dapat menemukan titik tengah yang mampu mendukung kepentingan ekonomi nasional sekaligus memenuhi kebutuhan eksportir.
Dengan mengevaluasi kebijakan sebelumnya, mendengar masukan dari para pelaku usaha, dan menyusun regulasi yang lebih inklusif, pemerintah berpeluang menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif.
Langkah ini diharapkan tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi eksportir, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.
Seiring waktu, perbaikan kebijakan DHE dapat membantu menstabilkan perekonomian dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam perdagangan internasional.