KUR Perumahan Dinilai Melenceng, Pemerintah dan Pengamat Saling Beda Pandang
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor perumahan kembali menjadi sorotan publik. Meski niat awalnya adalah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah, sejumlah pengamat menilai bahwa pelaksanaannya melenceng dari sasaran. Sementara itu, pemerintah tetap bersikukuh bahwa program ini tepat dan bermanfaat bagi rakyat. Perdebatan antara kedua pihak pun tak terhindarkan.
KUR Perumahan Dinilai Melenceng, Pemerintah dan Pengamat Saling Beda Pandang
KUR Perumahan merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk mendorong kepemilikan rumah melalui pinjaman berbunga rendah yang dijamin oleh negara. Skema ini ditujukan untuk membantu masyarakat dengan penghasilan rendah atau tidak tetap agar bisa mendapatkan akses ke hunian yang layak.
Dalam implementasinya, KUR Perumahan umumnya menyasar kelompok informal, pekerja sektor nonformal, atau pelaku usaha mikro yang sulit mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) konvensional.
Kritik: Program Tidak Tepat Sasaran
Sejumlah pengamat dan lembaga swadaya masyarakat mengkritik bahwa KUR Perumahan justru banyak dinikmati oleh kalangan yang sebenarnya tidak masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ada indikasi bahwa sebagian penerima KUR memiliki penghasilan tetap dan kemampuan mencicil rumah di atas batas subsidi. Hal ini dianggap sebagai bentuk penyimpangan dari tujuan awal program.
Beberapa laporan juga menyebutkan bahwa prosedur penyaluran KUR perumahan seringkali tidak selektif. Minimnya verifikasi atas kondisi keuangan penerima membuat program ini rawan disalahgunakan.
Pandangan Pemerintah: KUR Perumahan Bantu Akses Hunian
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian PUPR dan lembaga terkait menegaskan bahwa program KUR Perumahan sudah berjalan sesuai jalurnya. Mereka menyatakan bahwa verifikasi calon penerima dilakukan melalui data terpadu dan prosedur ketat.
Pemerintah juga menekankan bahwa meskipun sebagian penerima memiliki penghasilan lebih stabil, mereka tetap termasuk dalam kelompok yang sulit mengakses KPR bank konvensional. KUR dianggap sebagai jembatan alternatif untuk mereka yang berada di “zona abu-abu” antara MBR dan kelas menengah bawah.
Data Penyaluran dan Persebaran KUR Perumahan
Menurut data terakhir yang dirilis oleh otoritas terkait, penyaluran KUR Perumahan pada tahun 2024 mencapai lebih dari 250.000 unit rumah, dengan nilai pembiayaan triliunan rupiah. Mayoritas penyaluran terjadi di wilayah Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Namun, pengamat menilai bahwa angka-angka ini belum cukup menunjukkan keberhasilan program, jika tidak disertai dengan data profil ekonomi penerima yang transparan. Mereka mendorong adanya audit menyeluruh dan publikasi data penerima agar pengawasan publik dapat dilakukan secara objektif.
Siapa yang Diuntungkan: Rakyat atau Pengembang?
Pertanyaan besar lainnya adalah: siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari program ini? Banyak yang menilai bahwa justru para pengembang perumahan skala kecil dan menengah yang lebih merasakan dampaknya. Permintaan terhadap rumah subsidi meningkat, dan mereka mendapat keuntungan dari lonjakan pembangunan.
Sementara itu, masyarakat penerima KUR kadang menghadapi tantangan tersendiri, mulai dari lokasi rumah yang jauh dari pusat aktivitas, kualitas bangunan yang kurang baik, hingga beban cicilan yang tetap terasa berat bagi yang benar-benar berpenghasilan rendah.
Solusi dan Harapan Ke Depan
Pengamat mendorong agar pemerintah lebih selektif dalam menetapkan kriteria penerima KUR Perumahan. Salah satu solusi yang diajukan adalah integrasi data penerima bantuan sosial (bansos) dengan data penerima KUR, sehingga lebih tepat sasaran.
Selain itu, pemerintah perlu memperbaiki mekanisme pemantauan dan transparansi agar masyarakat bisa turut mengawasi. Penguatan peran lembaga keuangan daerah atau koperasi sebagai penyalur juga bisa jadi opsi untuk mendekatkan layanan kepada masyarakat.
Kesimpulan: Perlu Evaluasi Menyeluruh
KUR Perumahan adalah program dengan niat mulia: menyediakan rumah layak bagi rakyat kecil. Namun pelaksanaannya perlu terus dievaluasi agar benar-benar menyentuh mereka yang paling membutuhkan. Perbedaan pandangan antara pemerintah dan pengamat adalah bagian dari dinamika demokrasi, namun pada akhirnya, kepentingan rakyatlah yang harus menjadi prioritas utama.
Baca juga:Respons ICDX Usai Resmi Terdaftar Jadi Bursa Berjangka Derivatif Pasar Uang & Valuta Asing