KPK Cekal Agustiani Tio, Pengacara Sebut Kondisinya Sakit dan Harus Jalani Pengobatan Kanker di China
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan surat pencekalan terhadap Agustiani Tio Fridelina dan suaminya, Adrial Wilde, setelah pemeriksaan dalam kasus yang melibatkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Namun, kuasa hukum Agustiani, Army Mulyanto, mengungkapkan bahwa kliennya dalam kondisi kesehatan yang tidak stabil dan membutuhkan pengobatan kanker secara intensif.

Menurut Army, hasil pemeriksaan laboratorium dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok menunjukkan bahwa kondisi kesehatannya mengalami penurunan signifikan, sehingga direkomendasikan untuk menjalani perawatan medis di luar negeri, tepatnya di Guangzhou, China.
“Ini hasil dari laboratorium rumah sakit Mitra Keluarga Depok. Ada beberapa angka-angka yang ditebalkan di sini, yang menunjukkan kondisi kesehatan Bu Tio memang tidak sehat,” ujar Army saat mengajukan gugatan perdata terhadap penyidik KPK Rossa Purbo Bekti di Pengadilan Negeri Bogor, Selasa (11/2/2025).
Army menegaskan bahwa jika pemeriksaan medis dan pengobatan kanker yang dijadwalkan pada 17 Februari 2025 di Guangzhou Fuda Center Cancer Hospital tertunda, maka kondisi kesehatan Agustiani bisa semakin memburuk.
“Sehubungan karena pengobatannya ada di Guangzhou, maka dipersilakan ke sana,” tambahnya.
Kuasa Hukum Minta KPK Cabut Pencekalan Demi Pengobatan
Menanggapi pencekalan ini, kuasa hukum Agustiani telah melayangkan surat permohonan resmi ke KPK pada 10 Februari 2025, meminta agar kliennya diizinkan berangkat ke China untuk berobat.
Menurut Army, pencekalan terhadap Agustiani seharusnya tidak menjadi hambatan bagi proses kesehatannya, karena penyakit kanker adalah kondisi serius yang membutuhkan penanganan tepat waktu.
“Jadi kalau misalnya sudah terjadwal, misalnya hari Selasa tanggal 11 Februari, maka penanganan harus dilakukan hari itu juga. Jika jadwal bergeser, bisa berakibat fatal pada kondisi kesehatan pasien,” kata Army.
Pihaknya mengingatkan bahwa kanker adalah penyakit progresif yang berkembang dengan cepat, sehingga jika terlambat ditangani, akan meningkatkan risiko komplikasi serius.
“Kanker ini bukan penyakit biasa, ada virus-virus kanker yang ganas. Jika jadwal pengobatan meleset, dampaknya bisa sangat fatal,” lanjutnya.
Kondisi Kesehatan Agustiani Tio dan Pentingnya Pengobatan di Luar Negeri
Menurut hasil pemeriksaan dokter, pengobatan kanker yang dijalani Agustiani Tio memerlukan prosedur lanjutan di Guangzhou, China.
Rumah Sakit Fuda Cancer Hospital dikenal sebagai salah satu pusat pengobatan kanker terkemuka di dunia, yang menawarkan berbagai teknologi medis canggih, seperti:
- Cryosurgery – Terapi membekukan sel kanker agar tidak menyebar.
- Immunotherapy – Meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker.
- Chemotherapy Targeted Therapy – Menyerang sel kanker dengan presisi tinggi.
Menurut Army, metode pengobatan di rumah sakit tersebut telah terbukti efektif bagi banyak pasien kanker stadium lanjut.
Jika tidak segera ditangani, kanker yang diderita Agustiani bisa berkembang ke stadium yang lebih parah dan berpotensi mengancam nyawanya.
BACA JUGA :Pemerintah DIY Terapkan WFA, Pastikan Pelayanan Publik Tak Terganggu
Apakah KPK Akan Memberikan Izin Berobat?
Saat ini, KPK belum memberikan tanggapan resmi apakah mereka akan mengabulkan permohonan izin berobat Agustiani Tio.
Namun, berdasarkan pengalaman sebelumnya, KPK memiliki kebijakan yang cukup ketat terkait izin bepergian ke luar negeri bagi tersangka atau saksi dalam kasus korupsi.
Beberapa faktor yang biasanya dipertimbangkan KPK dalam memberikan izin berobat ke luar negeri:
- Tingkat urgensi penyakit – Jika kondisi kesehatan pasien mengancam nyawa, KPK bisa mempertimbangkan izin khusus.
- Ketersediaan pengobatan di dalam negeri – Jika ada pengobatan serupa di Indonesia, KPK bisa menolak permohonan.
- Risiko tersangka melarikan diri – KPK sering menolak izin bepergian jika ada kemungkinan tersangka menghindari proses hukum.
Army berharap KPK bisa mempertimbangkan permohonan ini secara objektif, dengan tetap menjunjung tinggi hak-hak kesehatan setiap warga negara, termasuk mereka yang sedang menghadapi kasus hukum.
“Harapan kami, KPK bisa melihat kondisi ini dengan bijak, bahwa pengobatan ini adalah hak dasar manusia,” pungkas Army.
Reaksi Publik terhadap Pencekalan Agustiani Tio
Kasus ini telah menarik perhatian publik dan memicu berbagai reaksi, terutama di media sosial.
Beberapa pendapat yang muncul di kalangan masyarakat:
1. Masyarakat yang Mendukung Pencabutan Pencekalan
- Hak kesehatan adalah hak dasar manusia, terlepas dari status hukumnya.
- Jika dokter sudah merujuk pasien ke luar negeri, maka itu menjadi kebutuhan medis yang harus dihormati.
- KPK seharusnya mempertimbangkan izin dengan pengawasan ketat, misalnya dengan pendampingan petugas hukum selama perjalanan.
2. Masyarakat yang Mendukung Pencekalan Tetap Berlaku
- Banyak kasus di mana tersangka menggunakan alasan berobat sebagai cara untuk menghindari proses hukum.
- Indonesia memiliki banyak rumah sakit berkualitas yang juga bisa menangani pasien kanker.
- Jika diberikan izin, ada risiko Agustiani Tio tidak kembali ke Indonesia dan menghambat proses penyelidikan KPK.
Akankah KPK Memberikan Izin?
Pencekalan Agustiani Tio oleh KPK telah memicu perdebatan antara hak kesehatan dan kepentingan hukum.
Beberapa poin utama dalam kasus ini:
- Agustiani Tio dalam kondisi sakit serius dan dirujuk untuk berobat ke Guangzhou, China.
- Kuasa hukum telah mengajukan permohonan izin resmi ke KPK untuk perjalanan medis pada 17 Februari 2025.
- KPK belum memberikan tanggapan resmi apakah mereka akan mengabulkan permohonan ini.
Keputusan KPK nantinya akan menjadi ujian bagi sistem hukum Indonesia dalam menyeimbangkan hak kesehatan dan penegakan hukum.
Jika KPK memberikan izin, maka perjalanan harus dilakukan dengan pengawasan ketat untuk memastikan bahwa tersangka tetap mengikuti prosedur hukum.
Namun, jika izin ditolak, maka perlu ada solusi alternatif di dalam negeri untuk memastikan bahwa Agustiani tetap mendapatkan perawatan medis yang layak.
Kini, semua mata tertuju pada bagaimana KPK akan menanggapi permohonan ini, dan apakah ada jalan tengah yang bisa diambil untuk menjaga keseimbangan antara hak kesehatan dan kepentingan penegakan hukum di Indonesia