KP2MI jemput WNI korban penyekapan di Myanmar
Tangerang (ANTARA) – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menjemput kepulangan dua warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penyekapan dan penyiksaan di Myanmar. Kedua korban, berinisial AB dan R, berasal dari Langkat, Sumatera Utara, dan Semarang.
Pemulangan korban dilakukan melalui penerbangan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Sabtu (18/1) dini hari. Menteri P2MI Abdul Kadir Karding menyampaikan bahwa keduanya diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan dijadikan scammer atau operator judi online.
“Alhamdulillah, dini hari ini mereka sudah kita terima di Bandara Soekarno-Hatta. Dua WNI ini bagian dari enam orang yang masih ada di Myanmar. Saat ini, tersisa empat orang, termasuk Rabiin,” ujar Karding.
Kesaksian Korban dan Langkah Selanjutnya
Menurut Karding, para korban mengaku mengalami siksaan luar biasa selama berada di perusahaan di Myanmar. Bentuk siksaan yang dialami termasuk disetrum dan dipukul dengan berbagai alat. Kerjasama antara Kementerian Luar Negeri dan Kementerian P2MI memungkinkan proses pemulangan ini berjalan lancar.
“Hari ini, kami menjemput mereka bersama Kementerian Luar Negeri. Setelah itu, mereka akan diistirahatkan di shelter sebelum diperiksa oleh ahli jiwa untuk menangani dampak psikis yang dialami,” kata Karding.
Setelah pemeriksaan, KP2MI akan mendokumentasikan prosesnya dan berharap informasi dari korban dapat membantu upaya pembebasan WNI lainnya yang masih tertahan di Myanmar. “Kita akan serahkan mereka ke Kementerian Sosial untuk rehabilitasi, dan memastikan mereka kembali ke rumah masing-masing dengan selamat,” tambahnya.
Karding juga menyebutkan bahwa kasus ini menjadi pengingat pentingnya kerjasama lintas kementerian dalam menangani isu pekerja migran. Salah satu korban, Rabiin, sebelumnya sempat membuat video secara sembunyi-sembunyi bersama tiga rekannya, yang kemudian menjadi viral dan membantu menarik perhatian publik terhadap kondisi mereka.
Pemerintah berharap langkah-langkah ini dapat menjadi awal dari pembebasan jemput WNI lainnya yang masih berada di Myanmar. Kerja sama lebih lanjut dengan berbagai pihak, termasuk lembaga internasional, akan terus dilakukan untuk memastikan keselamatan seluruh WNI yang menjadi korban perdagangan manusia.