Indonesia Sepakati Ekspor Listrik Bersih Ke Singapura Mulai 2025 secara resmi menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Pemerintah Singapura terkait ekspor energi bersih serta pengembangan kawasan industri ramah lingkungan.
Penandatanganan berlangsung di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada Jumat, dan dipimpin langsung oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.
Kesepakatan tersebut mencakup rencana ekspor listrik bersih dari Indonesia ke Singapura dengan total kapasitas mencapai 3,4 gigawatt (GW) hingga tahun 2035.
MoU ini menjadi tonggak penting dalam sejarah kerja sama bilateral sektor energi antara kedua negara, sekaligus menandai komitmen bersama dalam mendukung transisi menuju energi berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.
Dalam sambutannya, Menteri Bahlil menyatakan bahwa penandatanganan ini bukan hanya sekadar formalitas, melainkan hasil dari proses panjang dan penuh tantangan yang mencerminkan itikad kuat kedua negara dalam membangun kemitraan strategis berbasis kepentingan bersama.
“Hari ini merupakan momen bersejarah yang menegaskan komitmen nyata antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura dalam menjalin kerja sama di bidang energi hijau,” ujar Bahlil.
Indonesia Sepakati Ekspor Listrik Kepentingan Nasional
Bahlil mengungkapkan bahwa proses mencapai kesepakatan ini melalui tahapan negosiasi yang cukup kompleks. Ia bahkan beberapa kali menyampaikan keberatan apabila kerja sama ini hanya menguntungkan satu pihak.
Pemerintah Indonesia, menurutnya, tidak ingin sekadar menjadi penyuplai listrik bersih tanpa mendapatkan manfaat nyata dalam hal pengembangan industri dan penciptaan nilai tambah domestik.
“Kami sangat terbuka terhadap kerja sama, namun harus mengedepankan prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tidak bisa Indonesia hanya menjadi pemasok energi bersih, sementara dampak ekonominya tidak dirasakan secara langsung oleh rakyat Indonesia,” tegas Bahlil.
Sebagai hasil dari negosiasi tersebut, disepakati pula pembangunan zona industri berkelanjutan di wilayah Kepulauan Riau, yang meliputi Bintan, Batam, dan Karimun.
Zona ini akan dikembangkan secara bersama-sama oleh investor Indonesia dan Singapura, sehingga tidak hanya memperluas kapasitas produksi energi hijau, tetapi juga mendorong tumbuhnya ekosistem industri yang lebih hijau dan modern.
Kesepakatan Strategis Tiga Sektor
Selain menyepakati ekspor energi dan pengembangan kawasan industri, kedua negara juga menandatangani nota kesepahaman tambahan mengenai kerja sama dalam teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS).
Penandatanganan MoU ini dilakukan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Menteri Tenaga Kerja sekaligus Menteri Kedua Bidang Perdagangan dan Industri Singapura, Tan See Leng, yang juga memegang tanggung jawab atas sektor energi dan sains dalam kabinet Singapura.
Menteri Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam implementasi teknologi CCS. Hal ini didukung oleh keberadaan eks-sumur minyak dan gas bumi yang kini dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penyimpanan karbon dalam skala besar.
“Indonesia memiliki potensi CCS terbesar di kawasan Asia Pasifik, bahkan salah satu yang terbesar di dunia. Sumber daya ini merupakan kekuatan strategis yang dapat dimanfaatkan dalam mendukung program dekarbonisasi global,” jelasnya.
Proyeksi Investasi dan Dampak Ekonomi
Dari ketiga MoU yang ditandatangani tersebut, potensi investasi yang akan masuk ke Indonesia sangat signifikan. Untuk pembangunan pembangkit listrik berbasis panel surya, diperkirakan akan menyerap investasi senilai 30 hingga 50 miliar dolar AS. Selain itu, pengembangan fasilitas manufaktur panel surya dan baterai juga akan mendapatkan tambahan investasi sebesar 2,7 miliar dolar AS.
Tak hanya berdampak pada peningkatan kapasitas energi hijau nasional, kerja sama ini juga diperkirakan akan membuka lapangan kerja baru bagi sekitar 418 ribu tenaga kerja.
Peluang tersebut terbagi ke dalam beberapa sektor, yakni konstruksi, manufaktur, operasional, serta pemeliharaan infrastruktur panel surya dan sistem penyimpanan energi.
“Ini bukan hanya kerja sama energi, tapi juga pembangunan ekonomi yang inklusif. Kita menciptakan pekerjaan, mendukung industri lokal, dan memperkuat daya saing Indonesia di sektor energi baru dan terbarukan,” tutur Bahlil.
Penandatanganan kesepakatan ini sejalan dengan visi jangka panjang pemerintah Indonesia dalam mempercepat transisi energi menuju sumber energi yang lebih bersih, terbarukan, dan ramah lingkungan. Program ekspor listrik hijau ke negara tetangga juga merupakan bagian dari strategi diplomasi energi yang lebih luas, untuk memperkuat peran Indonesia sebagai pusat energi bersih regional.
Indonesia, menurut Bahlil, tidak hanya berkomitmen terhadap pencapaian target net zero emissions pada 2060, tetapi juga bertekad menjadi pelaku utama dalam rantai pasok global energi hijau.
“Ini adalah era baru dalam pengelolaan energi di Indonesia. Kita tidak lagi hanya bergantung pada energi fosil, tetapi mulai memanfaatkan kekayaan sumber daya alam secara lebih bijak dan berkelanjutan,” ujarnya menutup pernyataan.
Baca Juga : Bank Muamalat Permudah Masyarakat Untuk Buka Rekening Haji
Kesepakatan strategis antara Indonesia dan Singapura dalam sektor energi bersih dan pengembangan kawasan industri hijau merupakan langkah nyata menuju masa depan energi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Dengan dasar kolaborasi yang kuat dan prinsip saling menguntungkan, kerja sama ini diharapkan tidak hanya berdampak pada pembangunan infrastruktur, namun juga mendorong transformasi ekonomi nasional yang lebih hijau dan inklusif.