PINSAR Desak Revisi Aturan Perunggasan untuk Ketahanan Pangan Berkeadilan
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) meminta pemerintah untuk meninjau kembali peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan usaha peternakan rakyat. Ketua Umum DPP PINSAR, Singgih Januratmoko, menegaskan bahwa kebijakan yang ada saat ini perlu disesuaikan agar ketahanan pangan tidak hanya menyejahterakan rakyat tetapi juga berkeadilan.

“Kami berkomitmen mendukung program Asta Cita, yang di dalamnya terdapat kemandirian pangan,” ujar Singgih dalam keterangan resminya kepada Senin (17/2/2025). “Namun, tanpa merevisi atau mengubah berbagai aturan di bidang perunggasan, kemandirian pangan hanya
akan mengorbankan peternak UMKM yang kini jumlahnya tidak sampai 20 persen,” lanjutnya.
Sejarah Regulasi Perunggasan di Indonesia
Menurut Singgih, peternak ayam rakyat atau UMKM justru merasakan kesejahteraan yang lebih baik ketika pemerintah masih menerapkan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Aturan ini secara jelas menegaskan bahwa peternak rakyat harus diprioritaskan agar dapat bertahan dan berkembang.
“Undang-undang tersebut memberi perlindungan kepada peternak rakyat dan memastikan mereka tetap eksis,” papar Singgih, yang juga merupakan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI. Aturan ini diperkuat dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 1990, yang meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membimbing para peternak guna mewujudkan peternakan ayam ras dan pedaging yang maju, efisien, dan tangguh.
“Bahkan pemerintah saat itu juga mengizinkan pelaku usaha ayam ras skala besar yang tetap berbasis peternak rakyat,” jelas Singgih.
Perubahan Regulasi dan Dampaknya bagi Peternak
Singgih mengungkapkan bahwa semua berubah sejak pemerintah mulai menerapkan
Keppres Nomor 85 Tahun 2000 dan mencabut Keppres Nomor 22 Tahun 1990. Perubahan regulasi ini membuka jalan
bagi perusahaan besar (integrator) untuk melakukan budidaya ayam skala besar, yang pada akhirnya berdampak
negatif bagi peternak ayam rakyat yang kesulitan bersaing dengan perusahaan besar.
“Akibatnya, peternak ayam mandiri mengalami tekanan besar karena kalah bersaing dengan perusahaan integrator,” tuturnya.
Selain itu, lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 41 Tahun 2014, semakin memperberat peternak rakyat atau UMKM yang memiliki modal terbatas.
“Banyak aturan administrasi yang membuat peternak rakyat kolaps,” tegasnya.
Aturan ini menambah beban administratif yang harus dipenuhi oleh peternak kecil, sementara perusahaan besar memiliki sumber daya yang lebih baik untuk memenuhi persyaratan tersebut.
BACA JUGA :Pemerintah Diminta Tinjau Lagi Aturan Tahan 100 Persen DHE Setahun
Selain itu, integrator memiliki rantai produksi lengkap, dari bibit DOC (Day Old Chick), pakan, obat-obatan, hingga distribusi ayam ke pasar. Kondisi ini membuat peternak rakyat UMKM yang mandiri memiliki ketergantungan besar terhadap integrator. Tanpa akses ke sarana produksi yang setara, peternak kecil semakin sulit bertahan.
Usulan Revisi Regulasi untuk Meningkatkan Kesejahteraan Peternak
PINSAR menekankan bahwa revisi terhadap aturan perunggasan sangat diperlukan untuk menciptakan keadilan bagi peternak kecil dan mendukung ketahanan pangan nasional. Menurut Singgih, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaiki situasi ini:
- Menerapkan Regulasi yang Melindungi Peternak Kecil – Pemerintah perlu kembali mengutamakan perlindungan bagi peternak rakyat agar mereka tetap dapat bersaing dan berkembang.
- Meninjau Kembali Izin bagi Perusahaan Integrator – Harus ada batasan terhadap dominasi integrator dalam budidaya ayam, sehingga tidak menghambat pertumbuhan peternak kecil.
- Menyediakan Insentif bagi Peternak Rakyat – Subsidi untuk pakan, vaksin, dan infrastruktur dapat membantu peternak kecil bertahan.
- Meningkatkan Akses Pasar untuk Peternak UMKM – Pemerintah harus memastikan bahwa peternak kecil memiliki jalur distribusi yang adil dan tidak hanya dikuasai oleh perusahaan besar.
- Penyederhanaan Regulasi – Pemerintah perlu mengurangi beban administrasi bagi peternak kecil agar mereka lebih mudah mengembangkan usaha.
Dampak Positif dari Revisi Regulasi
Jika usulan revisi peraturan ini diterapkan, diharapkan dampaknya akan sangat positif bagi para peternak rakyat dan ketahanan pangan nasional.
Beberapa manfaat yang bisa diperoleh antara lain:
- Meningkatkan Kesejahteraan Peternak – Dengan adanya perlindungan dan dukungan dari pemerintah, peternak kecil dapat memperoleh keuntungan yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup mereka.
- Mengurangi Ketergantungan terhadap Integrator – Dengan dukungan regulasi yang lebih adil, peternak rakyat bisa lebih mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada perusahaan besar.
- Meningkatkan Produksi Ayam dalam Negeri – Dengan lebih banyak peternak kecil yang bertahan, produksi ayam di Indonesia akan lebih stabil dan tidak bergantung pada beberapa perusahaan besar saja.
- Menjaga Harga Ayam Tetap Stabil – Jika lebih banyak peternak rakyat dapat bertahan, maka pasokan ayam di pasar akan lebih merata dan harga ayam tidak mudah berfluktuasi tajam.
PINSAR menegaskan bahwa revisi aturan perunggasan adalah langkah penting untuk memastikan ketahanan pangan yang berkeadilan di Indonesia. Regulasi yang ada saat ini dinilai memperberat peternak UMKM dan membuat mereka sulit bersaing dengan perusahaan besar.
Dengan menerapkan kebijakan yang lebih berpihak pada peternak rakyat, pemerintah dapat menciptakan ekosistem perunggasan yang lebih adil dan berkelanjutan. Perubahan ini diharapkan tidak hanya membantu peternak kecil bertahan, tetapi juga meningkatkan stabilitas industri perunggasan nasional.
Sebagai bagian dari ketahanan pangan nasional, peternakan rakyat memiliki peran yang sangat penting.
Oleh karena itu, regulasi yang lebih adil perlu diterapkan agar semua pihak, terutama
peternak kecil, dapat merasakan manfaat dari kebijakan ketahanan pangan yang sesungguhnya.