Donatur Pesta Seks Gay di Jaksel Dipecat dari Pekerjaannya
Jakarta – RH alias R dan RE alias E, dua dari tiga tersangka dalam kasus pesta seks gay yang terjadi di sebuah hotel wilayah Jakarta Selatan, dikabarkan telah dipecat dari pekerjaannya. Pemecatan ini dilakukan karena keterlibatan mereka dalam kasus penyimpangan seksual yang menghebohkan publik.
Hal ini terungkap saat wartawan menanyakan latar belakang kedua tersangka, mengingat mereka berperan sebagai pihak yang membiayai pesta seks tersebut.

Mereka bekerja di sektor swasta. Namun, mereka sudah dihentikan dari pekerjaannya karena perilaku seksual mereka yang telah dikembangkan dalam penyelidikan,” ujar Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Iskandarsyah, saat dikonfirmasi pada Kamis (6/2/2025).
Donatur Pesta Seks Gay di Jaksel Dipecat dari Pekerjaannya
Selain pemecatan dua tersangka, pihak kepolisian juga memastikan bahwa semua peserta yang ikut serta dalam pesta seks tersebut adalah individu dewasa.
“Untuk public figure, tidak ada. Tapi, rata-rata usia dan pekerjaan peserta sangat beragam. Mereka berasal dari berbagai latar belakang,” jelas Iskandarsyah.
Menurutnya, pola perekrutan dalam acara tersebut dilakukan dengan sistem rekomendasi acak, sehingga para pesertanya pun memiliki latar belakang yang bervariasi. “Jadi, tidak ada pola khusus dalam perekrutan. Mereka mengajak peserta secara random melalui rekomendasi,” tambahnya.
Penggerebekan dan Barang Bukti
Kasus ini mencuat setelah Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya menggerebek kamar 2617 di sebuah hotel di kawasan Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Sabtu (1/2/2025) sekitar pukul 21.00 WIB.
Dalam penggerebekan tersebut, sebanyak 56 pria diamankan oleh pihak kepolisian dan langsung digiring ke Mapolda Metro Jaya untuk diperiksa lebih lanjut. Dari jumlah tersebut, tiga orang ditetapkan sebagai tersangka utama, yakni:
- RH alias R
- RE alias E
- BP alias D
Ketiganya diduga sebagai pihak yang mengorganisir acara tersebut dan bertanggung jawab atas pembiayaan penyelenggaraan pesta seks di hotel tersebut.
Saat penggerebekan, polisi juga menyita beberapa barang bukti berupa:
- Bukti pemesanan kamar hotel
- Alat kontrasepsi atau kondom
- Sabun mandi
- Obat anti-HIV (Human Immunodeficiency Virus)
- Perangkat elektronik yang diduga digunakan untuk komunikasi acara
- Catatan transaksi terkait pembayaran hotel dan peserta
Jerat Hukum bagi Para Tersangka
Polisi menjerat ketiga tersangka dengan sejumlah pasal yang berkaitan dengan tindakan pornografi dan pencabulan. Mereka dijerat dengan pasal sebagai berikut:
- Pasal 33 juncto Pasal 7 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
- Pasal 36 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
- Pasal 296 KUHP tentang Pencabulan
- Pasal 55 KUHP tentang Penyertaan dalam Tindak Pidana
Dengan pasal-pasal tersebut, para tersangka terancam hukuman berat, termasuk kurungan penjara dan denda yang cukup besar sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Respon Masyarakat dan Dampak Sosial
Kasus ini telah menjadi perhatian publik, terutama karena keterlibatan individu-individu dari berbagai latar belakang. Banyak pihak yang mengecam tindakan para tersangka dan menuntut agar hukum ditegakkan seadil-adilnya.
Beberapa perusahaan swasta yang terafiliasi dengan tersangka juga telah mengambil langkah tegas dengan memutus hubungan kerja mereka. Pemecatan ini dianggap sebagai langkah untuk menjaga citra perusahaan dan menghindari keterkaitan dengan kasus hukum yang sedang berlangsung.
Selain itu, kasus ini juga menjadi peringatan bagi masyarakat akan pentingnya kesadaran hukum serta dampak sosial dari perilaku menyimpang yang melanggar norma dan hukum yang berlaku.
Organisasi masyarakat dan lembaga sosial juga mulai melakukan kampanye kesadaran mengenai pentingnya edukasi seksual dan pencegahan perilaku yang bertentangan dengan hukum. Pemerintah juga diharapkan meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas ilegal yang dapat merusak moral masyarakat.
Langkah Selanjutnya
Pihak kepolisian terus mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan lebih luas yang terlibat dalam pesta seks ilegal ini. Pihak berwenang juga berencana melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait bagaimana acara ini diselenggarakan dan apakah ada keterlibatan pihak lain yang belum terungkap.
Selain itu, kepolisian bekerja sama dengan instansi terkait untuk memantau kegiatan sejenis yang mungkin masih berlangsung di berbagai wilayah. Teknologi digital juga digunakan untuk mendeteksi komunikasi dan transaksi yang mencurigakan.
Masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati dalam bersosialisasi dan melaporkan aktivitas yang mencurigakan kepada pihak berwenang. Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat, diharapkan kasus serupa dapat dicegah di masa depan.
Pakar hukum menekankan pentingnya pemberian hukuman yang tegas kepada pelaku sebagai bentuk efek jera. Langkah hukum yang cepat dan transparan diharapkan bisa memberikan kepastian hukum serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Kasus ini menegaskan bahwa pemerintah dan aparat hukum terus berkomitmen untuk memberantas segala bentuk kegiatan ilegal yang merugikan masyarakat. Masyarakat pun diimbau untuk lebih berhati-hati dalam bersosialisasi dan mengikuti kegiatan yang melanggar hukum.
Sementara itu, bagi dunia kerja, kasus ini menjadi pengingat bagi perusahaan untuk lebih selektif dalam melakukan perekrutan serta melakukan pemantauan terhadap perilaku karyawan. Kepercayaan terhadap karyawan tidak hanya ditentukan oleh kinerja profesional, tetapi juga moralitas dalam kehidupan pribadi mereka.
Dengan semakin banyaknya kasus yang terungkap, diharapkan regulasi terkait pengawasan terhadap aktivitas ilegal dapat diperketat, baik di dunia maya maupun dunia nyata.
(Berita ini akan terus diperbarui sesuai dengan perkembangan terbaru dari pihak berwenang.)
Kalau yang public figure, tidak ada. Tapi untuk rata-rata umur dan pekerjaan, variatif sih. Enggak ada dari satu lokasi atau satu pekerjaan,” ujar Iskandarsyah. “Jadi, mereka ini karena pola perekrutannya mengajak peserta dari rekomendasi random