Pemerintah Matangkan Draf RUU Perampasan Aset, Segera Konsultasi ke DPR
Pemerintah Indonesia tengah mematangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset
sebuah regulasi penting yang bertujuan untuk memperkuat upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dan kejahatan berat lainnya.
Setelah melalui proses harmonisasi dan penyusunan lintas kementerian, draf RUU ini segera diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tahap konsultasi dan pembahasan lebih lanjut.
RUU Perampasan Aset digadang-gadang menjadi salah satu instrumen hukum yang efektif untuk mengembalikan aset negara yang dirampas secara ilegal, serta memutus aliran dana hasil kejahatan yang selama ini sulit disentuh hukum. Langkah ini sekaligus menegaskan komitmen pemerintah dalam memperkuat integritas dan tata kelola pemerintahan yang bersih.

Pemerintah Matangkan Draf RUU Perampasan Aset, Segera Konsultasi ke DPR
Indonesia selama ini menghadapi tantangan besar dalam proses penegakan hukum terkait korupsi, narkotika, pencucian uang, dan tindak pidana terorganisir lainnya. Salah satu hambatan utamanya adalah kesulitan dalam menyita dan merampas aset hasil kejahatan, terutama ketika tidak ada keputusan pengadilan yang inkrah.
RUU Perampasan Aset disusun sebagai respon atas kelemahan tersebut, dengan pendekatan hukum yang disebut non-conviction based asset forfeiture (perampasan aset tanpa menunggu vonis pidana), selama aset tersebut dapat dibuktikan berasal dari tindak kejahatan.
Tujuan Utama RUU Ini
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM serta Kejaksaan Agung, menjelaskan beberapa tujuan strategis dari RUU ini:
-
Mempercepat pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana, tanpa tergantung proses pidana pelaku.
-
Memutus rantai ekonomi kejahatan, dengan menghilangkan keuntungan finansial dari tindak pidana.
-
Menutup celah hukum yang selama ini dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau melindungi aset hasil kejahatan.
-
Meningkatkan efektivitas kerjasama internasional dalam pelacakan dan pemulihan aset lintas negara.
Pokok-Pokok dalam RUU Perampasan Aset
Beberapa poin penting yang dirancang dalam RUU ini meliputi:
1. Definisi dan ruang lingkup aset
Aset yang dapat dirampas mencakup uang tunai, properti, kendaraan, saham, hingga aset digital yang terbukti berasal dari tindak pidana.
2. Prosedur perampasan aset
Perampasan bisa dilakukan melalui proses perdata di pengadilan, berdasarkan bukti kuat bahwa aset tersebut hasil tindak kejahatan — tanpa perlu vonis pidana terhadap pemiliknya.
3. Pembentukan Pengadilan Khusus
RUU ini mendorong pembentukan lembaga pengadilan khusus atau penunjukan hakim tertentu untuk menangani perkara perampasan aset agar prosesnya efisien dan tidak tumpang tindih.
4. Perlindungan hak pihak ketiga
RUU juga menjamin hak pihak ketiga yang memiliki itikad baik atas aset yang disengketakan. Artinya, jika seseorang membeli properti tanpa tahu itu hasil kejahatan, haknya akan dipertimbangkan.
5. Kerjasama lintas negara
RUU membuka ruang legal bagi pemerintah Indonesia untuk bekerja sama dengan otoritas asing dalam pelacakan dan penyitaan aset yang disembunyikan di luar negeri.
Urgensi Regulasi Ini: Belajar dari Kasus Nyata
Berbagai kasus besar di Indonesia menunjukkan pentingnya regulasi seperti ini. Sebut saja:
-
Kasus BLBI yang merugikan negara ratusan triliun rupiah, namun aset-aset yang bisa disita sangat terbatas.
-
Korupsi di BUMN dan sektor migas yang melibatkan aset di luar negeri yang sulit dijangkau hukum Indonesia.
-
Kasus TPPU dan narkotika yang menggunakan sistem keuangan gelap dan aset fiktif untuk menyamarkan dana.
Tanpa instrumen hukum yang kuat, aset-aset hasil kejahatan ini tetap aman di tangan pelaku atau berpindah tangan ke pihak lain sebelum negara sempat menyitanya.
Tantangan dan Pro-Kontra
Meski banyak pihak mendukung, RUU ini juga menimbulkan beberapa catatan kritis:
💬 Kekhawatiran soal penyalahgunaan wewenang
Sebagian pengamat hukum dan masyarakat sipil mengkhawatirkan potensi penyalahgunaan aturan ini jika tidak disertai kontrol yang ketat. Mereka menilai negara bisa seenaknya menyita aset tanpa proses pidana yang sah.
💬 Kepastian hukum untuk pihak ketiga
RUU harus memastikan ada mekanisme yang adil bagi pihak yang secara tidak sengaja menguasai aset hasil kejahatan, agar tidak ikut dirugikan.
💬 Sinkronisasi dengan regulasi lain
RUU ini harus sejalan dengan KUHAP, UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang agar tidak terjadi benturan norma.
Sikap DPR dan Harapan Masyarakat
Sejumlah anggota DPR menyatakan siap menerima draf dan membahasnya secara terbuka. Komisi III DPR yang membidangi hukum akan menjadi ujung tombak dalam pembahasan RUU ini.
“Ini momentum untuk memperkuat sistem hukum kita. Tapi kami juga ingin ada partisipasi publik dan jaminan tidak ada kesewenang-wenangan,” ujar salah satu anggota Komisi III.
Dari sisi masyarakat, banyak harapan agar RUU ini benar-benar bisa dijalankan secara adil dan efektif — bukan hanya menjadi regulasi di atas kertas, tapi alat nyata dalam memburu kekayaan hasil kejahatan.
Baca juga:Bamsoet Bicara soal Pentingnya Keseimbangan Demokrasi & Hukum
Dukungan dari Lembaga Penegak Hukum
KPK, Kejaksaan Agung, dan PPATK menyambut baik RUU ini. Mereka menilai instrumen ini bisa mempercepat proses pelacakan dan pemulihan aset dalam berbagai kasus korupsi dan TPPU.
“Kami sering kali menghadapi hambatan di pengadilan karena sistem saat ini menuntut pembuktian pidana dulu baru bisa rampas aset. Padahal asetnya sudah dipindahkan atau dijual,” kata pejabat Kejagung.
PPATK juga menilai bahwa dengan RUU ini, pelacakan transaksi keuangan yang mencurigakan bisa langsung ditindak secara hukum perdata, sehingga efektivitas pengembalian aset bisa meningkat.
Kesimpulan
RUU Perampasan Aset adalah langkah penting dalam reformasi hukum Indonesia. Dalam era di mana kejahatan semakin canggih dan lintas batas, sistem hukum tidak bisa hanya bergantung pada vonis pidana untuk mengambil kembali uang negara atau aset publik yang dirampas.
Namun demikian, pengawasan, akuntabilitas, dan keterlibatan publik tetap penting untuk memastikan bahwa undang-undang ini tidak menjadi alat kekuasaan, tetapi benar-benar menjadi instrumen keadilan.
Dengan persiapan yang matang dan pembahasan terbuka di DPR, publik berharap RUU ini bisa segera disahkan dan dijalankan — sebagai bukti nyata bahwa negara serius dalam memburu uang haram dan memutus mata rantai kejahatan keuangan.