Pemerintah Didorong Lebih Teliti Mengatur Komisi Ojol
Pemerintah Indonesia saat ini tengah menghadapi desakan untuk lebih teliti dalam mengatur komisi ojek online (ojol)
Dorongan ini muncul karena adanya ketidakseimbangan yang dirasakan oleh pengemudi, perusahaan aplikasi, dan konsumen.
Ketiga pihak tersebut memiliki kepentingan berbeda yang perlu dipertimbangkan secara adil dalam penyusunan regulasi.

Latar Belakang Permasalahan Komisi Ojol
Komisi ojol merupakan potongan yang diambil perusahaan aplikasi dari setiap pendapatan yang diperoleh driver. Besaran komisi ini bervariasi
namun umumnya berkisar antara 20% hingga 25%. Banyak driver merasa bahwa komisi yang terlalu tinggi membebani penghasilan mereka, terutama di tengah tingginya biaya hidup dan kenaikan harga bahan bakar.
Tuntutan Driver Terhadap Pemerintah
Para driver meminta pemerintah untuk menetapkan batas maksimum komisi yang dapat diambil oleh perusahaan aplikasi. Mereka menginginkan
adanya transparansi dan keadilan dalam perhitungan pendapatan, serta perlindungan terhadap hak-hak mereka sebagai pekerja mandiri.
Kepentingan Perusahaan Aplikasi
Di sisi lain, perusahaan aplikasi menilai bahwa komisi tersebut dibutuhkan untuk menutupi biaya operasional, pengembangan teknologi, pemasaran
serta memberikan layanan terbaik bagi konsumen. Mereka berpendapat bahwa fleksibilitas dalam menentukan komisi sangat penting untuk menjaga kelangsungan bisnis.
Pandangan Konsumen
Konsumen berharap biaya perjalanan tetap terjangkau. Jika komisi diatur terlalu ketat sehingga menambah beban biaya, ada kemungkinan tarif ojol akan naik.
Hal ini tentu dapat berdampak pada penggunaan layanan, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Urgensi Regulasi yang Seimbang
Karena kepentingan ketiga pihak ini saling terkait, pemerintah perlu mengambil langkah cermat.
Regulasi yang tidak tepat dapat menimbulkan ketidakpuasan dari satu pihak dan berpotensi mengganggu ekosistem transportasi daring yang saat ini sudah menjadi bagian penting dalam mobilitas masyarakat.
Upaya Pemerintah Menyusun Aturan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) saat ini tengah mengkaji skema pengaturan komisi ojol.
Pemerintah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari asosiasi driver, perusahaan aplikasi, hingga organisasi konsumen untuk mendapatkan masukan yang komprehensif.
Baca juga:
Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan
Dalam menyusun regulasi, beberapa faktor penting yang harus diperhitungkan antara lain:
- Kelayakan pendapatan driver
- Kebutuhan keberlanjutan bisnis perusahaan aplikasi
- Keterjangkauan harga bagi konsumen
- Perlindungan hukum terhadap driver sebagai pekerja
- Transparansi perhitungan pendapatan dan komisi
Wacana Batas Maksimal Komisi
Salah satu opsi yang dikaji adalah penetapan batas maksimal komisi, misalnya sebesar 15%-20% dari pendapatan driver.
Namun, angka pasti masih dalam pembahasan karena harus mempertimbangkan berbagai variabel, termasuk biaya operasional perusahaan aplikasi dan dinamika pasar.
Dampak Potensial terhadap Industri Ojol
Jika pengaturan komisi diterapkan tanpa kajian matang, bisa muncul dampak negatif seperti:
- Penurunan jumlah driver karena penghasilan tidak lagi menarik
- Peningkatan tarif ojol yang membebani konsumen
- Penurunan kualitas layanan akibat berkurangnya investasi perusahaan dalam pengembangan teknologi
Pendekatan Berbasis Data dan Kajian Akademik
Pakar transportasi dan ekonomi menyarankan pemerintah untuk menggunakan pendekatan berbasis data dalam menyusun regulasi.
Studi komprehensif mengenai struktur biaya, penghasilan driver, dan tingkat profitabilitas perusahaan aplikasi harus menjadi dasar pembuatan kebijakan.
Peran Asosiasi Driver dan Konsumen
Asosiasi driver seperti Garda Indonesia dan organisasi konsumen juga memainkan peran penting dalam advokasi.
Mereka secara aktif mengusulkan skema komisi yang lebih adil serta mendorong adanya mediasi tripartit antara pemerintah, perusahaan aplikasi, dan perwakilan driver.
Pembelajaran dari Negara Lain
Beberapa negara lain seperti Australia dan Amerika Serikat sudah mulai mengatur platform transportasi daring.
Mereka menetapkan standar minimum penghasilan untuk driver, membatasi komisi, dan memperkuat hak-hak pekerja digital. Indonesia dapat mengambil pelajaran dari praktik-praktik terbaik ini sambil menyesuaikan dengan konteks lokal.
Baca juga:Aktivitas Bisnis Tertekan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Melambat
Teknologi sebagai Solusi Transparansi
Teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk menciptakan transparansi.
Sistem pelaporan pendapatan berbasis aplikasi yang dapat diakses oleh driver secara real-time bisa membantu mengurangi kecurigaan terhadap perusahaan aplikasi.
Harapan Driver ke Depan
Driver berharap aturan baru dapat memastikan pendapatan yang layak, perlindungan sosial seperti asuransi kesehatan dan kecelakaan, serta kepastian hukum dalam hubungan kerja dengan platform.
Mereka juga menginginkan adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang adil.
Tanggapan Perusahaan Aplikasi
Beberapa perusahaan aplikasi mengaku siap beradaptasi dengan regulasi baru selama aturan tersebut adil dan mempertimbangkan keberlanjutan bisnis.
Mereka juga berharap pemerintah memberikan insentif untuk inovasi teknologi dalam industri transportasi daring.
Masa Depan Industri Transportasi Daring
Pengaturan komisi ojol hanyalah salah satu aspek dari ekosistem transportasi daring yang lebih luas.
Ke depan, tantangan lain seperti elektrifikasi kendaraan, integrasi transportasi multimoda, dan adopsi teknologi otonom juga perlu diantisipasi.
Kesimpulan
Pemerintah didorong lebih teliti dalam mengatur komisi ojol untuk menjaga keseimbangan kepentingan antara driver, perusahaan aplikasi, dan konsumen.
Regulasi yang adil, berbasis data, dan transparan menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem transportasi daring yang berkelanjutan di Indonesia.
Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan industri ini dapat terus tumbuh dan memberikan manfaat maksimal bagi seluruh lapisan masyarakat.