Wacana Pemerintah Hapus Pertalite, Timbul Tenggelam Sejak era Jokowi
Rencana pemerintah untuk mencabut subsidi BBM kembali menjadi perbincangan setelah lama tak terdengar.
Wacana ini disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyatakan bahwa subsidi BBM membebani fiskal APBN secara signifikan. Selain itu, impor BBM yang terus meningkat dari tahun ke tahun juga semakin menguras devisa negara.

Kapasitas kilang Indonesia saat ini hanya mampu mengolah 700.000 hingga 800.000 barel per hari, sedangkan kebutuhan BBM nasional mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari. Hal ini membuat pemerintah harus menanggung selisih harga BBM yang diimpor, terutama ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan. Konsekuensinya, subsidi BBM yang dibebankan ke APBN terus membengkak, sehingga rencana pencabutan subsidi dianggap perlu segera direalisasikan.
Wacana Pemerintah Hapus Pertalite, Timbul Tenggelam Sejak era Jokowi
Wacana penghapusan BBM subsidi sebenarnya sudah muncul sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu jenis BBM yang disasar untuk dihapus adalah Pertalite, yang memiliki angka oktan 90.
Pada tahun 2023, ketika Luhut masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), ia menyatakan bahwa penghapusan Pertalite bisa dieksekusi pada tahun 2024. Menurutnya, langkah ini bertujuan agar masyarakat beralih ke BBM yang lebih ramah lingkungan, mengingat polusi udara yang semakin memburuk.
“Nanti kita lakukan (penghapusan Pertalite). Sekarang itu lagi dihitung. Ini semua juga berkaitan dengan polusi udara. Kita mau pakai etanol berapa persen supaya oktannya naik dan kadar sulfurnya berkurang,” ujar Luhut dalam pernyataan yang dikutip dari Kompas.com pada 6 September 2023.
Luhut juga menekankan bahwa sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara, terutama dari kendaraan bermotor. Hasil uji emisi menunjukkan bahwa 37 persen sepeda motor di Indonesia tidak lolos uji emisi. Oleh karena itu, pemerintah berupaya memperbaiki kualitas BBM agar kadar polutan yang dihasilkan bisa dikurangi.
Sebelum kebijakan ini dieksekusi, pemerintah melibatkan program kemitraan Indonesia-Australia untuk perekonomian (Prospera) guna melakukan kajian lebih mendalam.
“Sekarang ini kita minta Prospera membuat studi detail masalah ini. Sejauh ini baru berdasarkan perasaan (feeling), belum ada data yang lengkap. Setelah studi ini selesai, kita targetkan kebijakan yang lebih komprehensif,” tambah Luhut.
Skema Blending Jadi Alternatif Penghapusan Subsidi BBM
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa skema blending atau pencampuran menjadi alternatif yang paling memungkinkan untuk diterapkan sebagai pengganti subsidi BBM.
“Kemungkinan, salah satu potensi di antara alternatif yang sudah hampir mendekati keputusan adalah skema blending,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, seperti dikutip dari Antara.
Skema blending ini mengacu pada konsep di mana subsidi BBM tidak sepenuhnya dicabut, tetapi dialihkan dalam bentuk barang atau komoditas produk, sementara sebagian lainnya diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang membutuhkan.
Menurut Bahlil, kebijakan subsidi BBM yang diganti dengan BLT merupakan opsi yang paling ideal, karena dapat meminimalisir dampak langsung bagi masyarakat yang terdampak. Namun, ia juga menegaskan bahwa hingga saat ini, skema penghapusan subsidi BBM masih dalam tahap kalkulasi dan belum ada keputusan final dari pemerintah.
“Saya masih menghitung itu (skema BBM subsidi). Subsidi tetap ada, tapi nanti kami akan laporkan secara internal sebelum ada keputusan resmi,” kata Bahlil.
BACA JUGA:Pemerintah Segel SPBU Nakal di Sukabumi yang Rugikan Masyarakat Rp 1,4 M
Dampak Ekonomi dan Sosial dari Penghapusan Pertalite
Jika kebijakan penghapusan Pertalite benar-benar direalisasikan, ada beberapa dampak yang perlu diperhitungkan, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan:
- Dampak Ekonomi
- Masyarakat yang selama ini bergantung pada BBM bersubsidi akan menghadapi kenaikan biaya bahan bakar.
- Kenaikan harga BBM dapat memicu inflasi, terutama pada sektor transportasi dan logistik.
- Pemerintah dapat menghemat anggaran subsidi BBM dan mengalokasikan dana untuk program lain yang lebih produktif.
- Dampak Sosial
- Masyarakat berpenghasilan rendah akan merasakan dampak paling besar.
- Perlu ada mekanisme bantuan, seperti BLT, untuk membantu kelompok rentan menghadapi perubahan harga BBM.
- Potensi protes atau demonstrasi jika kebijakan ini tidak dikomunikasikan dengan baik kepada publik.
- Dampak Lingkungan
- Penghapusan Pertalite dapat mempercepat peralihan ke BBM yang lebih ramah lingkungan, seperti Pertamax atau bahan bakar dengan campuran etanol.
- Diharapkan dapat mengurangi polusi udara, terutama di kota-kota besar dengan tingkat pencemaran tinggi.
Tantangan dalam Implementasi Kebijakan
Meskipun tujuan dari kebijakan ini dinilai baik, tantangan utama dalam implementasi penghapusan Pertalite masih cukup besar:
- Belum adanya kesiapan infrastruktur untuk distribusi BBM dengan kualitas lebih baik secara merata di seluruh Indonesia.
- Resistensi dari masyarakat yang masih bergantung pada BBM bersubsidi.
- Ketidakpastian kondisi ekonomi global, termasuk fluktuasi harga minyak dunia yang dapat mempengaruhi efektivitas kebijakan ini.
- Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman terkait dampak kebijakan ini.
Wacana penghapusan Pertalite telah timbul tenggelam sejak era pemerintahan Jokowi, dengan alasan utama mengurangi beban fiskal APBN, mengurangi impor BBM, dan memperbaiki kualitas lingkungan. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan resmi terkait pelaksanaan kebijakan ini.
Pemerintah masih mempertimbangkan beberapa opsi, termasuk skema blending dan BLT, sebagai solusi alternatif agar dampak sosial yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Meski demikian, tantangan dalam implementasi kebijakan ini masih cukup besar, terutama dalam hal kesiapan infrastruktur, resistensi masyarakat, serta kondisi ekonomi global.
Jika pemerintah benar-benar akan menghapus Pertalite, diperlukan persiapan matang, komunikasi yang efektif kepada masyarakat, serta solusi transisi yang jelas agar kebijakan ini bisa berjalan dengan baik dan diterima oleh publik.