Jaksa Sebut Eksepsi Zarof Ricar Tak Berdasar Hukum
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, tidak memiliki dasar hukum. Hal ini disampaikan oleh jaksa dalam sidang tanggapan terhadap eksepsi yang diajukan pihak Zarof atas surat dakwaan yang telah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Penuntut umum berpendapat alasan keberatan yang dimaksud adalah tidak benar dan tidak berdasar hukum,” kata jaksa di ruang sidang, Kamis (20/2/2025).

Dalam eksepsinya, pihak Zarof berargumen bahwa Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara dugaan percobaan suap yang menjeratnya. Namun, jaksa membantah dan menegaskan bahwa dakwaan terhadap Zarof telah disusun sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Keberatan Tim Kuasa Hukum Zarof Ricar
Tim kuasa hukum Zarof mengajukan eksepsi dengan beberapa alasan yang mereka anggap sebagai kelemahan dalam dakwaan, yaitu:
- Tidak adanya uraian yang jelas mengenai tindak pidana korupsi
- Mereka menyebut bahwa surat dakwaan jaksa tidak secara eksplisit menguraikan bagaimana Zarof melakukan tindak pidana korupsi, terutama dalam kaitannya dengan pelanggaran kode etik pegawai negeri.
- Kewenangan Pengadilan Tipikor Dipertanyakan
- Pihak Zarof menuding bahwa perkara ini lebih terkait dengan kode etik pegawai negeri, sehingga Pengadilan Tipikor tidak memiliki kewenangan untuk mengadilinya.
- Dakwaan Disebut Kabur dan Tidak Cermat
- Kuasa hukum Zarof berpendapat bahwa jaksa tidak cermat dalam menguraikan pasal yang dituduhkan, serta tidak menjelaskan secara detail keterlibatan Zarof dalam dugaan suap.
- Tidak Ada Bukti Janji Uang Suap
- Tim kuasa hukum menyebut bahwa dakwaan tidak secara spesifik menyatakan bahwa klien mereka menjanjikan uang Rp 5 miliar kepada majelis kasasi yang mengadili perkara Gregorius Ronald Tanur.
Jaksa Tegaskan Dakwaan Sah dan Berwenang
Menanggapi eksepsi ini, jaksa dengan tegas menolak argumen dari tim kuasa hukum Zarof dan menegaskan bahwa dakwaan yang telah dibuat sudah jelas, lengkap, dan cermat.
“Perbuatan Zarof yang telah diuraikan dalam surat dakwaan, berkaitan dengan pelanggaran kode etik pegawai negeri, justru menegaskan adanya kewenangan lembaga peradilan untuk mengadili perkara ini,” tegas jaksa.
Menurut jaksa, surat dakwaan sudah menguraikan secara rinci mengenai perbuatan Zarof, waktu dan tempat terjadinya tindak pidana, serta pasal-pasal yang dilanggar. Jaksa juga menegaskan bahwa dakwaan telah disusun berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga sudah tepat perkara ini disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Sudah sangat tepat apabila perkara a quo diajukan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang selanjutnya berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara terdakwa,” tutur jaksa dalam persidangan.
Fakta-Fakta dalam Perkara Zarof Ricar
Berdasarkan dakwaan jaksa, kasus ini bermula dari dugaan percobaan suap yang dilakukan oleh Zarof Ricar
dalam pengurusan perkara Gregorius Ronald Tanur di Mahkamah Agung (MA).
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Zarof mencoba meyakinkan pengacara Ronald
Tanur, Lisa Rachmat, bahwa ia dapat membantu mengurus putusan kasasi di MA.
Namun, menurut kuasa hukum Zarof, kliennya tidak memiliki kapasitas atau kewenangan untuk mengatur keputusan majelis kasasi. Mereka berpendapat bahwa perbuatan Zarof tidak memenuhi unsur dalam dakwaan yang dibuat oleh jaksa.
“Dalam uraian dakwaan dengan jelas diketahui jika terdakwa memang tidak memiliki kapasitas atau kemampuan tersebut sehingga perbuatan yang dilakukan terdakwa bukanlah sebagaimana yang dimaksud dalam uraian dakwaan alternatif tersebut,” ujar pengacara Zarof.
Jaksa Yakin Ada Unsur Tindak Pidana Korupsi
Meskipun pihak terdakwa menyanggah keterlibatan Zarof dalam tindak pidana korupsi, jaksa tetap berkeyakinan bahwa ada unsur pidana dalam kasus ini.
Jaksa menyatakan bahwa meskipun Zarof bukan bagian dari majelis kasasi, ia tetap mencoba
memberikan janji kepada pihak lain untuk mempengaruhi putusan pengadilan, yang masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
“Jaksa telah menguraikan bagaimana percobaan suap ini dilakukan, siapa pihak-pihak yang terlibat, serta alur komunikasi yang menunjukkan adanya niat untuk melakukan perbuatan melawan hukum,” jelas jaksa.
Jaksa menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya persoalan kode etik pegawai negeri, tetapi telah masuk ke ranah pidana karena adanya indikasi percobaan suap yang melibatkan pengadilan tinggi di Indonesia.
Putusan Hakim Akan Menentukan Kelanjutan Perkara
Dengan adanya tanggapan dari jaksa yang menolak eksepsi Zarof, majelis hakim akan segera
memutuskan apakah eksepsi ini diterima atau ditolak.
Jika majelis hakim menerima eksepsi, maka dakwaan bisa dinyatakan batal, dan jaksa harus menyusun ulang dakwaan dengan formulasi yang lebih jelas. Namun, jika eksepsi ditolak, maka persidangan akan berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi dan bukti.
BACA JUGA:Pemerintah Batal Izin Tambang ke Kampus, Apa Alasannya?
Dalam kasus-kasus serupa, pengadilan biasanya cenderung menolak eksepsi terdakwa apabila dakwaan
jaksa telah memenuhi syarat formil dan materiil. Oleh karena itu, banyak pihak menilai bahwa kemungkinan besar sidang terhadap Zarof Ricar akan tetap berlanjut.
Eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, telah
ditanggapi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tegas. Jaksa menyatakan bahwa keberatan yang diajukan tidak berdasar hukum dan tidak dapat diterima. Jaksa juga memastikan bahwa dakwaan telah dibuat dengan cermat, mencakup unsur waktu, tempat, serta pasal-pasal yang dilanggar.
Sementara itu, tim kuasa hukum Zarof tetap mempertahankan pendapat mereka bahwa
kliennya tidak memiliki kapasitas untuk mempengaruhi majelis kasasi dan bahwa kasus
ini lebih berkaitan dengan kode etik pegawai negeri daripada tindak pidana korupsi.
Majelis hakim akan memutuskan dalam sidang selanjutnya apakah eksepsi akan diterima atau ditolak.
Jika ditolak, maka Zarof Ricar akan tetap diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam
perkara dugaan percobaan suap yang melibatkan kasus Gregorius Ronald Tanur. Semua mata kini tertuju pada putusan sela yang akan menentukan kelanjutan dari proses hukum yang sedang berjalan.